Langsung ke konten utama

WARGA NU MEMPERINGATI HARI JADI NGESTIHARJO KE-75 DENGAN BERSHOLAWAAT

 

Sholawaat  (Bahasa Arab) mengandung pengetian: menyebut yang baik, ucapan yang mengandung kebajikan, doa, atau curahan rahmat. Dengan demikian, Sholawaat yang dilafalkan oleh umat Islam senantiasa ditujukan sebagai bentuk penghormatan seorang umat kepada Nabi Muhammad SAW atau seorang hamba kepada Allah SWT. Bagi umat muslim yang bersholawaat akan mendapatkan karunia, anugerah, dan keselamatan baik di dunia maupun di alam keabadian (surga).




Mengingat keutamaan dari sholawaat, warga Nahdlatul Ulama (NU) ranting Kalurahan Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta menggelar Ngestiharjo Bersholawaat. Gelar sholawaat yang dipimpin oleh Ky. Harun Arrosid tersebut ditujukan untuk memperingati Hari Jadi Ngestiharjo ke-75 dan merti desa. Melalui event tersebut diharapkan warga NU khususnya dan seluruh warga Ngestiharjo pada umumnya akan senantiasa mendapatkan keselamatan, kesentosaan, dan kesejahteraan dari Allah SWT.



Ngestiharjo Bersholawaat yang digelar di Pasar Pangestu Legi (Senin, 3 Juni 2023) tersebut bukan hanya dihadiri oleh para Kyai, namun pula para warga NU baik yang tinggal di lingkungan maupun di luar Kalurahan Ngestiharjo. Dengan bersholawaat, mereka berharap agar seluruh warga dapat hidup damai. Mengikuti ajaran Rosulullah  dan senantiasa dekat dengan Allah SWT. (Sri Wintala Achmad).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA RAKYAT | SERIAL WILWATIKTA | PLETHEKE SURYA WILWATIKTA #1

MENDHUNG angendanu ing langit Gelanggelang. Hawa kang panas rinasa manggang sarandhune badane para kawula sadhuwure geni pancala. Engga wong-wong kang adus riwe wus krasa manggon sajrone naraka jahanam. Saka esuk tumekeng sore, wong-wong kang ora adus karana sumber-sumber kasatan banyu ing mangsa ketiga dawa iku mung donga, “Gusti, mugi Paduka paring jawah…!” Gludhug gemleger ing angkasa. Bareng angin gedhe saka kulon kang nyapu mendhung, udan sumuntak ing bantala. Wong-wong kang jejingkrakan batine karana rasa suka iku sanalika metu ing latar. Kejaba wong-wong tuwa, nom-noman lan bocah-bocah adus banyu udan. Ora pantara suwe, sarandhune badane wong-wong kuwi rinasa siniram banyu sewindu lawase. Saka sore tumekeng wengi, wong-wong kang ngrasake awake seger wis turu kepati. Nanging, ana sawiine titahe Gusti kang ora bisa turu. Sapa ta dheke? Tan liya Adipati Jayakatwang. Panguwasa Gelanggelang kang dadi andhahan utawa besane Prabu Kertanagara, raja gung Singasari.   “Wanci sam...

SENI-BUDAYA | NILAI EDUKATIF DALAM LELAGON KARYA PARA SUNAN

DALAM menangkap nilai-nilai kearifan orang Jawa melalui lelagon, kita perlu memahami lambang-lambang yang disematkan pada syairnya. Tanpa mengetahuinya, kita tidak akan mampu mendedah nilai-nilai kearifan itu sendiri. Bahkan lelagon itu sendiri merefleksikan kearifan orang Jawa di dalam menyampaikan pesan dengan cara ketimuran. Lembut dan bijaksana. Beberapa contoh lelagon Jawa yang mengandung ajaran-ajaran kearifan tersebut, antara lain: Tamba Ati karya Sunan Bonang, Padhang Bulan karya Sunan Giri, dan Ilir-Ilir karya Sunan Kalijaga. Tamba Ati Tamba Ati adalah karya Sunan Bonang (Syekh Maulana Makhdum Ibrahim) yang merupakan putra Sunan Ampel (Sayyid Ali Rahmatullah) dengan Dewi Candrawati (Nyai Ageng Manila). Syair dari lelagon Tamba Ati yang mengandung ajaran kearifan dan masih sering terdengar di telinga kita sampai sekarang terbaca sebagai berikut: Tamba ati iku lima perkarane, kaping pisan maca Qur’an samaknane, kaping pindho sholat wengi lakonana, kaping telu wong kang sol...

TRADISI SURAN DI MATA MASYARAKAT JAWA

Sangat memrihatinkan dengan banyaknya tradisi Jawa yang terkikis oleh arus bah modernisasi. Sebagai misal tradisi jagongan kelahiran seorang bayi yang diwarnai dengan gelar macapatan, tradisi resepsi pernikahan Jawa, tradisi ruwatan untuk anak sukerta yang diselenggarakan dengan pertunjukan wayang kulit, tradisi wiwitan sebelum petik padi, atau tradisi gejok lesung sewaktu terjadi gerhana bulan sudah semakin sulit untuk disaksikan di lingkungan masyarakat Jawa sendiri. Banyaknya tradisi Jawa yang terkikis karena semakin menguatnya pengaruh modernisasi tersebut tidak dapat lepas dari sikap masyarakat Jawa sendiri. Sikap yang sangat permisif terhadap budaya modern tanpa berupaya memertahankan budayanya. Akibatnya banyak orang muda yang tidak mengenal budaya tradisi tersebut kemudian mengklaimnya sebagai budaya kuna dan sudah ketinggalan zaman. Sebaliknya mereka lebih menggandrungi budaya modern (baca: budaya barat) yang hanya dapat disentuh sebatas kulitnya saja. Realitas banyaknya tradi...